Rabu, 09 Mei 2012

MORFOLOGI KARST


Karst adalah sebuah bentukan di permukaan bumi yang pada umumnya dicirikan dengan adanya depresi tertutup (closed depression), drainase permukaan , dan gua. Bentang alam atau morfologi karst terbentuk akibat proses karstifikasi dan proses pelarutan kimia yang diakibatkan oleh aliran permukaan. Karst yang baik harus mengandung potensi mineral kalsit sekitar70-90% hal ini dimaksudkan dengan kegiatan pelarutan yang ada. Suatu kawasan karst mempunyai karakteristik yang khas, baik wilayah permukaan (eksokarst) dan bawah permukaan (endokarst).
Karst hanya dijumpai di tempat-tempat tertentu. Pada awalnya pengertian karst merujuk pada nama bentang alam “karst” ditimur kota Trieste, Slovenia. Karena kekhasannya istilah karst kemudian dipakai untuk menyebut semua kawasan batu gamping yang telah mengalami suatu proses kelarutan. Karst merupakan suatu wilayah batu gamping yang ditandai oleh adanya cekungan,  lereng terjal, tonjolan bukit berbatu gamping tak beraturan, gua, mempunyai system aliran air bawah tanah.
     1.      Ciri-Ciri Karst

Penciri karst sangat beraneka ragam secara garis besar dilihat dari mayor dan minornya:

1.      Untuk minor bisa berupa lapis, karst split, parit karst, palung karst, speleothem dan fitokasrt.
2.      Untuk mayor bisa berupa surupan, uvale, polje, jendela karst, palung karst, gua, terowongan alam.

      2.      Proses Pembentukan Karst

Proses pembentukan karst melibatkan apa yang disebut sebagai “Karbon dioksida kebawah”. Hujan turun melalui atmosfer dengan membawa karbon dioksida terlarut dalam tetesan. Ketika hujan sampai ditanah, ia terperkolasi melalui tanah dan menggunakan lebih banyak karbon dioksida. Infiltrasi air secara terus - menerus secara alami membentuk retakan - retakan dan lubang pada batuan. Dalam periode waktu yang lama, dengan suplai karbon dioksida terus - menerus yang kaya air, lapisan karbonat mulai melarut.

         3.            Bentuk-bentuk Sisa Pelarutan :

A.    Kerucut Karst

Bukit Kars yang berbentuk kerucut dan berlereng terjal dan dikelilingi oleh depresi/bintang (Bloom, 1979).
 
B.  Menara Karst

Bukit sisa pelarutan dan erosi berbentuk menara dengan lereng yang terjal, tegak atau menggantung, terpisah satu dengan yang lain dan dikelilingi oleh dataran alluvial.

C.  Mogote

Bukit terjal yang merupakan sisa pelarutan dan erosi, umumnya dikelilingi oleh dataran alluvial yang hampir rata (Flat).

D.  Vaucluse

Gejala karst yang berbentuk lubang tempat keluarnya aliran air tanah.

E.  Turm Karst

Lingkungan karst yang berupa bukit-bukit kars (Kerucut kars) yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain.

   4.            Potensi Kawasan Karst

1.      Potensi Ekonomi

Semakin meroketnya jumlah penduduk tak ayal lagi membuat manusia berusaha untuk bertahan hidup. Gua yang umumnya di jumpai dikawasan karst sudah lama dijadikan manusia sebagai hunian. Selain sebagai hunian, kawasan karst juga tempat untuk pertanian/peternakan, perkebunan, kehutanan, penambangan batu gamping, penambangan guano (kotoran kelelawar), penyediaan air bersih, air irigasi dan perikanan, serta kepariwisataan.
Salah satu pemanfaatan yang merugikan adalah penambangan batu gamping. Dengan menggunakan bahan peledak akan menganggu hewan didalamnya (kelelawar, burung walet). Pemanfaatan yang baik untuk kelestarian kawasan karst adalah pariwisata yang selalu berusaha untuk mempertahankan keaslian dan keunikan kawasan karst tersebut.

2.      Potensi Sosial

Nilai sosial-budaya kawasan karst selain menjadi tempat tinggal juga mempunyai nilai spiritual/religius, estitika, rekreasional dan pendidikan. Banyak tempat di kawasan karst yang digunakan untuk kegiatan spiritual/religius. Banyak aspek hubungan antara manusia dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat spiritual khususnya dengan keyakinan masyarakat dengan fenomena alam di sekitarnya seperti halnya gua. Hubungan antara manusia dan alam disekitarnya pada dasarnya akan memberikan pelajaran kepada manusia bagaimana melestarikan alam dan dekat dengan Sang Penciptanya.

3.      Berikut adalah wilayah karst di Indonesia :

1.      Gunung Leuser (Aceh)
2.      Perbukitan Bohorok (Sumut)
3.      Payakumbuh (Sumbar)
4.      Bukit Barisan, mencakup Baturaja (Kabupaten Ogan Kombering Ulu)
5.      Sukabumi selatan (Jabar)
6.      Gombong, Kebumen (Jawa Tengah)
7.      Pegunungan Kapur Utara, mencakup daerah Kudus, Pati, Grobogan, Blora dan Rembang Jawa Tengah)
8.      Pegunungan Kendeng, Jawa Timur
9.      Pegunungan Sewu, yang membentang dari Kabupaten Bantul di barat hingga Kabupaten Tulungagung di timur.
10.  Sistem perbukitan Blambangan, Jawa Timur
11.  Perbukitan di bagian barat Pulau Flores, tempat lokasi banyak gua, salah satu di antaranya adalah Liang Bua (Nusa Temggara Timur, NTT)
12.  Perbukitan karst Sumba (NTT)

    4.      Bentuk Lahan Karst
Bentuk lahan yang terjadi pada daerah karst dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu bentuk lahan negative dan bentuklahan positif. 
1.      Bentuk lahan Negatif
Bentuk lahan negative dimaksudkan bentuk lahan yang berada dibawah rata-rata permukaan setempat sebagai akibat proses pelarutan, runtuhan maupun terban. Bentuk lahan - bentuk lahan tersebut antara lain terdiri atas doline, uvala, polye, cockpit, blind valley.
A.  Doline
Doline merupakan bentuk lahan yang paling banyak dijumpai di kawasan karst. Bahkan di daerah beriklim sedang, karstifikasi selalu diawali dengan terbentuknya doline tunggal akibat dari proses pelarutan yang terkonsentrasi. Tempat konsentrasi pelarutan merupakan tempat konsentrasi kekar, tempat konsentrasi mineral yang paling mudah larut, perpotongan kekar, dan bidang perlapisan batuan miring. Doline-doline tungal akan berkembang lebih luas dan akhirnya dapat saling menyatu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa karstifikasi (khususnya di daerah iklim sedang) merupakan proses pembentukan doline dan goa-goa bawah tanah, sedangkan bukit-bukit karst merupakan bentukan sisa/residual dari perkembangan doline.
Doline merupakan suatu istilah yang mempunyai banyak sinonim antara lain, sink, sinkhole, cockpit, blue hole, swallow hole, ataupun canote. Doline itu sendiri telah diartikan oleh Monroe (1970) sebagai suatu ledokan atau lobang yang berbentuk corong pada batu gamping dengan diameter dari beberapa meter hingga 1 km dan kedalamannya dari beberapa meter hingga ratusan meter. Karena bentuknya cekung, doline sering terisi oleh air hujan, sehingga menjadi suatu genangan yang disebut danau doline.
Berdasarkan genesisnya, doline dapat dibedakan menjadi 4 yaitu, doline solusi, doline terban, dan doline alluvial dan doline reruntuhan. (Faniran dan Jeje, 1983)
1.      Doline reruntuhan
Doline reruntuhan ini terjadi sebagai akibat dari proses pelarutan yang ada di bawah permukaan yang menghasilkan rongga bawah tanah. Rongga bawah tanah tersebut atapnya runtuh, hingga mengasilkan cekungan atau depresi dipermukaan. Doline seprti ini mempunyai lereng yang cukup curam-curam terdiri dari lapisan batuan yang keras dan menurun secara tiba-tiba.
2.      Doline Solusi
Doline solusi terjadi karena telah berlangsungnya proses solusi/pelarutan tanpa mendapat gangguan lain terhadap batuan. Doline seperti ini terjadi secara perlahan-lahan akibat larutnya batuangamping ke dalam tanah oleh air yang meresap melalui joint atau rekahan-rekahan pada daerah batugamping.
3.      Doline Terban
4.      Doline Alluvial
Doline aluvial ini terjadi sebagai akibat karena pelarutan oleh air yang mengalir yang kemudian menghilang ke dalam tanah. Adanya proses tersebut terbentuk doline aluvial.
             B. Uvala
Uvala adalah cekungan tertutup yang luas yang terbentuk oleh gabungan dari beberapa danau doline. Uvala memiliki dasar yang tak teratur yang mencerminkan ketinggian sebelumnya dan karakteristik dari lereng doline yang telah mengalami degradasi serta lantai dasarnya tidak serata polje (Whittow, 1984)
            C. Polje
Polje adalah ledokan tertutup yang luas dan memanjang yang terbentuk akibat runtuhnya dari beberapa goa, dan biasanya dasarnya tertutup oleh alluvium.
            D. Blind Valley
Blind Valley adalah satu lembah yang mendadak berakhir/ buntu dan sungai yang terdapat pada lembah tersebut menjadi lenyap dibawah tanah.
                   2.       Bentuklahan Positif
     Pada prinsipnya ada 2 macam bentuklahan karst yang positif yaitu kygelkarst dan   turmkarst
A. Kygelkarst
Kygelkarst merupakan satu bentuklahan karst tropic yang didirikan oleh sejumlah bukit berbentuk kerucut, yang kadang-kadang dipisahkan oleh cockpit. Cockpit - cockpit inisialing berhubungan satu sama lain dan terjadi pada suatu garis yang mengikuti pola kekar.
B. Turmkarst
Turmkarst merupakan istilah yang berpadanan dengan menara karst, mogotewill, pepinohill atau pinnacle karst. Turmkarst merupakan bentukan  positif yang merupakan sisa proses solusional. Menara karst/ tumkarst terdiri atas perbukitan belerang curam atau vertical yang menjulang tersendiri diantara dataran alluvial.
C. Stalaktit Dan Stalakmit
Stalaktit adalah bentukan meruncing yang menghadap kebawah dan menempel pada langit-langit goa yang terbentuk akibat akumulasi batuan karbonat yang larut akibat adanya banjir. Stalakmit hamper mirip dengan stalaktit namun berada di bawah lantai dan menghadap keatas.
Kawasan karst peka terhadap erosi, terutama apabila derajat kemiringan tebing-tebingnya besar, seperti pada conical atau towerkarst. Erosi tidak selalu berupa erosi permukaan, dimana tanah terhanyut oleh sungai-sungai permukaan di musim hujan ke daerah-daerah yang letaknya lebih rendah atau cekungan-cekungan, tetapi di kawasan karst, yangpenting ialah erosi melalui rekahan-rekahan yang dijumpai pada hampir seluruh lapisan batu gamping. Melalui rekahan-rekahan atau celah-celah ini, tanah akan dihanyutkan oleh air hujan dan sungai permukaan yang biasanya hanya mengalir sewaktu hujan, ke dalam rongga-rongga di bawah tanah. Jumlah rekahan, arahan dan luasnya tergantung pada berbagai faktor, seperti litologi, gerakan tektonis, porositas intragranuler batu gamping dan tebalnya humus yang menutupi tanah kawasan karst.
Jenis tanaman karst di daerah-daerah yang belum dijamah manusia memang ada yang endemis, dan hanya tumbuh pada kawasan karst tersebut karena mempunyai afinitas terhadap susunan batu gamping di tempat itu. Erat hubungannya dengan endemisme vegetasi tersebut, kiranya dapat dihubungkan adanya beberapa jenis fauna yang endemis untuk suatu daerah karst.
 Misalanya, keong-keong tertentu bahkan ada satu jenis keong yang hanya didapati di satu bukit batu gamping tertentu di Malaysia.
Penyebaran jenis tanaman di suatu kawasan karst dapat terjadi melalui burung (aviafauna : biji-bijian, spora) atau melalui hembusan angin (spora) dan arus air permukaan (biji-bijian, spora, kecambah, anakan,dsbnya). Kegiatan manusia mulai dari penggundulan hutan atau agrikultur juga akan merubah tata tanaman di suatu lingkungan karst. Penanaman kembali beberapa jenis flora juga akan merubah pola tumbuh-tumbuhan di kawasan karst, sehingga silvikultur akan berubah sebagian atau total. Hidrologi yang khas untuk setiap kawasan karst yang dapat berbeda dari suatu kawasan karst dengan yang lain, ketinggian di atas permukaan laut yang berbeda pula, iklim (curah hujan) yang berlainan, susunan tanah yang bervariasi (derajat keasaman, kandungan mineral, kimiawi tanah, mikrofauna tanah) juga akan mempengaruhi sukses tidaknya, lama atau sebentarnya beberapa jenis tumbuhan dapat berkembang.
Apabila kondisi menguntungkan, maka jenis-jenis tanaman tertentu akan tumbuh dengan baik sejak semula. Tetapi bila kondisi kurang menguntungkan, maka mula-mula akan terlihat betapa sulitnya sejenis tumbuhan yang diintroduksi itu hidup, bahkan mungkin akan mati semuanya.
Ada beberapa semak yang sangat karakteristik untuk batu gamping, karena mempunyai afinitas terhadap bahan tersebut. Disebut dengan istilah tanaman calcicolous. Misalnya boea, chirita, monophyllaea, paraboea (gesneriaceae). Puncak perbukitan batu gamping hutan basah tropika di Sarawak dengan jenis tanah yang kurang sekali kesuburannya, bersifat asam (pH=4,5) menumbuhkan tanaman sistem karangas, seperti nephentes, vaccinium, rhododendron. Pada pinnacle karst di Papua New Guinea tumbh jenis pohon casuarina papuana, agathis labillardieri, hal mana juga ditemukan pada perbukitan waigeo di Irian Jaya, pada tanah gambut masam.
Di Tanam Nasional Gunung Mulu di Sarawak, terlihat tumbuh di kawasan batu gamping, conifer dacrydium becorii, phyllocladus hypophyllus dan myrica esculenta.  Di samping itu juga tumbuh beberapa jenis tanaman yang menyukai lokasi terjal atau tergantung (overhang) seperti pada bukit-bukit dan lereng-lereng terjal batu gamping.
Jenis tanaman ini digolongkan dalam kelompok cremnophytes, antara lain termasuk alam golongan ini adalah pohon beringin dan berbagai jenis paku-pakuan. Sebelum melakukan penghijauan suatu kawasan karst, hendaknya dibahas dulu secara seksama secara multidisipliner, lintas sektoral, apa tujuan dari penghijauan itu. Apakah untuk memperbaiki oro-hidrologi, memperbaiki keadaan sosioekonomi rakyat setempat, untuk hutan produktif, untuk tujuan wisata alam, untuk konservasi tanah (mencegah erosi), untuk penunjang bagi usaha peternakan, pembakaran batu gamping menjadi kapur, ataukah untuk tujuan ilmiah (silvikultur, plasma nutfah, flora-fauna karst, dll). Erat dengan tujuan itu setiap tindakan hendaknya dilaksanakan secara konsekuen dan terintegrasi secara konsisten. Mula-mula harus ditentukan jenis tanaman mana yang potensial untuk digunakan (sesuai dengan ketinggian lokasi di atas permukaan laut, jenis dan luas tanah tersedia, sudut kemiringan, iklim, curah hujan, dana yang tersedia, sarana dan prasarana, waktu tanam, segi ekonomis, jangka waktu yang disediakan untuk penghijauan kembali).
Misalnya untuk memperbaiki hidrologi suatu kawasan karst yang sudah gundul, cukup dilakukan penghijauan dengan menanam aneka semak belukar maupun tanaman penutup tanah (ground cover vegetation) yang cepat tumbuh dan tahan kekeringan. Menanami kawasan karst dengan jenis-jenis pohon dengan laju penguap-peluhan tinggi, seperti pinus mercusii dan aneka jenis eucalypti yang tahan kekeringan seperti eucalyptus urophylla dan E.alba akan berdampak lebih mengeringkan tanah. Hal ini dikarenakan sistem perakarannya yang menginvasi percelahan-rekahan batu gamping yang terkarstifikasi, juga akan melebarkan celah-rekah itu melalui proses pelarutan kimia. Celah-rekah yang melebar itu kemudian memudahkan terjadinya erosi tanah ke dalam interior karst, hal mana bermanifestasi sebagai lapisan lumpur tebal pada dasar sungai-sungai bawah tanah (erosion en fissure).
Untuk meneliti silvikultur secara ilmiah di kawasan karst dan memonitori ekologi lingkungan harus diadakan pencatatan secara cermat dan teratur dari curah hujan, debit dan fluktuasi debit sungai di dalam gua, taksonomi, daerah penyebaran, frekuensi dan diversifikasi berbagai fauna dengan stres pada aviafauna dan serangga (siang dan malam), sebagai agens penyebar serbuk bunga, spora dan biji-bijian. Kelelawar, burung seriti dan walet penghuni gua juga perlu dimonitor karena erat kaitannya dengan kondisi vegetasi di luar gua dan jumlah serangga yang dimangsa oleh hewan itu.
Usaha memonitor kualitas tanah (fisik, kimiawi) perlu dikerjakan karena keadaannya tidak mungkin statis, dan akan mengalami perubahan kualitas dengan semakin banyaknya tanaman tumbuh. Penyelidikan sedimen di atas kawasan karst ini seyogyanya dilaksankan sambil menyelidiki kualitas dan kuantitas sedimen gua, untuk dapat memonitor perubahan vegetasi tingkat kesuburan di atas tanah.
Denudasi karst dan kecepatannya harus diukur. Makin banyak vegetasi dan sisa-sisa organik yang tertumpuk di sautu kawasan karst, makin cepat timbul denudasi oleh daya korosif air hujan yang tercemar dengan humus akibat kandungan CO2 galak di dalamnya. Untuk itu perlu diletakkan satu bongkahan batu gamping dengan ukuran tertentu, diletakkan di suatu tempat terbuka, dan diukur secara berkala (dua kali setahun) untuk diukur kembali dengan cermat (pakai mikrometer) berapa persen yang terlarut dalam setahun, dilengkapi data curah hujan pada periode tersebut. Data yang diperoleh ini penting untuk dibandingkan dengan data jumlah batu gamping yang larut dalam satuan waktu yang sama, curah hujan yang sama, yang didapatkan dengan mengukur kesadahan (kandungan Ca(HCO3)2) dari sungai di dalam gua pada periode itu. Semakin berhasil penghijauan, semakin besar denudasi karst yang akan terjadi.
Kesuburan tanah juga seyogyanya dimonitor dengan bantuan mikrofauna tanah seperti Collembola. Collembola secara internasional telah dipakai sebagai parameter kesuburan tanah. Jenis (spesies) sangat banyak. Spesifik sekali untuk satu lokasi. Untuk dokumentasi telah disusun Internasional Register of Collembola di luar negeri, antara lain dapat dilihat di laboratorium di bawah tanah MOULIS dari CNRS (Lembaga Ilmu Pengetahuan Perancis).
 Dari Indonesia baru dikenal sekitar 18 spesies Collembola bawah tanah (subsoil) dan belum satupun Collembola gua yang dikenal. Memonitor dinamika pembentukan tanah dan tingkat kesuburan di daerah karst hendaknya dilaksanakan secara simultan dengan menyelidiki spesies dan kuantitas (kepadatan per M2) Collembola di atas dan di dalam gua. Makin berhasil usaha penghijauan suatu kawasan karst, makin banyak jenis dan kepadatan populasi Collembola perunit luas.
Dari uraian di atas kiranya jelas, bahwa menentukan vegetasi mana yang cocok untuk suatu kawasan karst tertentu tidaklah mudah. Tergantung kepada tujuan penghijauannya. Sifat fisik an kimiawi tanah, iklim, curah hujan, ketinggian di atas permukaan laut, bahkan juga tergantung pada vulkanisme di kawasan tersebut. Juga tergantung ada tidaknya agens-agens penyebarnya. Atau fauna tanah yang membantu menyuburkan tanah di tempat itu. Karena itulah setiap usaha penghijauan suatu kawasan karst harus didahului oleh suatu studi menyeluruh secara multidisipliner, lintas sektoral, dimana sifat fisik karst itu sendiri dan pedologinya mendapatkan prioritas tertinggi di samping sifat hidrologinya yang dapat berbeda dari satu bagian kawasan karst ke bagian lain dari kawasan yang sama.
Sukses tidaknya tergantung pada pilihan tepat dari pada jenis-jenis tanamannya yang disesuaikan dengan tujuan penghijauan itu, perawatannya secara kontinyu dan ketekunan dari pihak pengelola yang tidakmengenal lelah. Bonus daripada berhasilnya penghijauan tersebut adalah pemandangan elok, menghijau yang mempunyai nilai kepariwisataan yang tinggi, di samping tentunya orohidrologi yang mantap. Tidak mengenal adanya banjir (terutama di dalam gua) sewaktu musim hujan dan sewaktu musim kemarau tetap tersedia air bersih yang dapat dimanfaatkan rakyat di kawasan karst itu.